Socrates dan MK
Socrates. Ahli filsafat yang namanya dikenal dan dikenang oleh semua orang terpelajar di dunia. 2500 tahun lalu dihukum mati dengan minum racun. Ajaran2nya meracuni pikiran anak2 muda Athena, tuduhannya begitu. Beberapa pikirannya juga menyangsikan demokrasi. Socrates sering mengungkapkan keprihatinannya tentang demokrasi: Ia mengritik gagasan bahwa masyarakat biasa, tanpa pengetahuan yang memadai, dapat membuat keputusan bijaksana dalam memilih wakilnya, dalam pilpres misalnya. Orang2 yang pintar pidato dapat mempengaruhi massa melalui retorika dan emosi, bukan melalui logika.
Dia dihukum mati. Tapi sebenarnya dia bisa dan boleh melarikan diri dr penjara. Tapi dia tidak mau lari...
Hukum harus ditegakkan, katanya. Walau hukum itu tidak adil, ngawur, itu harus diikuti. Maka dia tidak mau lari. Itu melanggar hukum... Dan esok nya, ia pun meminum racun yang disediakan... Mati... Hukum harus ditegakkan. Undang2 harus diikuti, meski tidak adil.. Benar bukan? Tunggu... Baca terus...
Pandangan Socrates ini diikuti oleh beberapa filsuf terkenal, seperti Thomas Hobbes dan John Locke. Semua undang-undang harus dipatuhi, bahkan yang tidak adil. Tanpa itu, masyarakat akan terjerumus ke dalam kekacauan.
Tapi tidak semua orang setuju. Filsuf lain, Jean-Jacques Rousseau dan Henry David Thoreau, berpendapat bahwa tidak ada kewajiban moral untuk mematuhi undang-undang yang tidak adil. Orang punya hak untuk menentang hukum yang tidak adil dan bahkan memberontak jika perlu. Keadilan lebih penting dari pada hukum.
Dalam politik, kalau orang mengikuti pikiran Socrates tadi, mungkin tidak akan ada pemberontakan terhadap penindasan dan penjajahan. Karena pemberontakan itu pada hakikatnya adalah melawan aturan atau hukum yang dibuat oleh penguasa atau penjajah.
MK... MK... Di mana posisinya? MK melawan hukum, melanggar etika, katanya. Karena mengubah UU Pemilu yang menetapkan batas umur capres. Salah? Benar?
Apa landasan dr semua hukum di Indonesia? Landasan utama adalah UUD 45... Apakah diperbolehkan membuat UU Pemilu yang membatasi umur capres? Tidak . Hukum yang baik selalu sejajar dengan peraturan atau hukum di atasnya. Tidak boleh berlawanan. UUD 45 pasal 27 berkata, semua warga negara sama kedudukannya di dalam hukum. Dan pasal 28D ayat 3 berkata "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan." Pembatasan usia capres melanggar UUD 45 dan harus diubah. Itu peraturan yang tidak adil; melakukan diskriminasi umur. Seharusnya MK bukan mengubah batas umur, tapi membuang itu. (Yuk, kita tuntut, minta judicial review terhadap pasal UU Pemilu tadi ke MK...)
Demokrasi Indonesia itu meniru Amerika dan negara2 barat, bukan meniru Jepang, atau China, atau India. Di Amerika, diskriminasi umur merupakan pelanggaran hukum yang berat. Maka di salah satu perusahaan AS ini saya pernah meloloskan karyawan 71 tahun untuk bekerja. Asal sifat pekerjaan tidak membahayakan, dia punya kemampuan, tidak boleh karyawan ditolak karena batasan umur.
Di Uni Eropa berlaku Employment Equality Directive 2000/78/EC, yang melarang diskriminasi umur dalam pekerjaan. Maka di sana tidak boleh ada batasan umur untuk bekerja ataupun jadi capres. Maka Perancis sekarang pun punya PM yang umurnya 34 tahun, di bawah Gibran.
Jadi, yang disebut pelanggaran etika, sewenang2 karena l kuasa, sebenarnya adalah pelurusan dari peraturan yang keliru; yang tidak adil terhadap warga Indonesia. Entah bagaimana para ahli etika, termasuk Romo Magnis, sama sekali tidak membahas segi ini. Segi yang teramat penting.
Kembali ke Socrates. Jadi, hukum atau peraturan yang tidak adil harus diikuti atau tidak? Setiap orang boleh menafsirkannya sendiri2, sesuai kepentingannya. Dan apapun jawaban Anda, kamu benar ... Bagi yang yakin bahwa hukum atau aturan tidak boleh dilanggar, ini ada kasus... Coba renungkan... ππ»ππ»
Jam 3 pagi... Anda naik mobil sampai persimpangan jalan... Jalanan sunyi sepi. Dari arah kiri kanan depan semua terlihat sejauh 1 km. Tidak ada kendaraan, tidak ada orang... Tapi lampu lalulintas tiba2 jadi merah ‼ Nah, Anda ikuti peraturan dan berhenti? Atau akan melanggarnya? Sampai sini, orang yang suci akan bilang saya akan berhenti. Tapi seandainya anak Anda ada di mobil. Sedang kejang2, istri menangis di belakang. Tetap akan ikuti peraturan dan berhenti? Tentu tidak, bukan... Anda akan menerobos lampu merah itu dengan kecepatan tinggi untuk segera sampai di rumah sakit. Nah... Anda melanggar UU/peraturan/hukum/etika dst. demi kepentingan Anda. Anda tidak pernah melakukan itu? Hehehe... Tidak perlu jawab... ππ
Kesimpulan
Tidak ada jawaban yang mudah untuk pertanyaan tentang apakah undang-undang atau peraturan yang tidak adil harus dipatuhi. Keputusan untuk mematuhi atau tidak mematuhi hukum yang tidak adil adalah keputusan moral yang kompleks yang harus dibuat oleh setiap individu berdasarkan situasi dan keyakinan mereka sendiri. Tapi minimum Anda perlu tahu peraturan mana yang tidak adil dan seharusnya dibuang.
Selamat mencoblos... ππππΆπΏ
Dr. E. Nugroho
No comments:
Post a Comment