Saturday, January 14, 2017
Regulasi - Efek samping obat
Bnyk dokter tdk tahu persis masalah efek samping obat, dan cara pelaporannya... FDA punya sistem pelaporan efek buruk obat (Adverse event reporting system). Dr sini dikumpulkan data Adverse Drug Reaction (ADR). Apa bedanya? Baik saya kutipkan di sini.
The distinction between an AE and an ADR is summed up nicely in Chapter 10 of the classic textbook, Pharmacoepidemiology (authored by Dal Pan, Lindquist, and Gelperin):
“The principal difference between an adverse event and an adverse drug reaction is that a causal relationship is suspected for the latter, but is not required for the former. In this framework, adverse drug reactions are a subset of adverse event reports.”
Jadi untuk adverse event, semua laporan hrs dicatat. Misal, laporan org dipukul oleh suami setelah dia minum Panadol. Org blh tertawa geli, mengatakan itu tdk mgkn krn Panadol. Tapi tugas bagian pencatat adalah mencatat. Ada bagian lain yg nanti akan menghitung kemgknan ada hubungan causal antara keduanya. Yg lalu akan dimasukkan ke dlm Adverse drug reaction list.
Di Indonesia dulu BPOM telah memulai pencatatan ini. Sayang, rasanya tdk diteruskan. Atau minimal tdk ada terdengar data yg keluar... Pdhal, kalau mau itu sangat sederhana dan bisa didapat data penting yg khas utk Indonesia. Misal, dulu ada produk ibuprofen yg menyebabkan mata bengkak pd bnyk org. Dan tidak pernah diketahui
BPOM juga sudah lama punya program pemantauan MESO (Pharmacovigilance). Tapi sptnya tdk ada gaungnya. Juga sistem nya saya pertanyakan Khas utk kementerian dan bdn2 di Indonesia: mereka mengerjakan semua nya, kecuali yg mudah bisa dilakukan dan yg sangat penting.
Sebnrnya, BPOM dpt mengeluarkan secarik kertas. Bikin peraturan. Minta semua perusahaan farmasi melaporkan efek samping obat yg masuk ke telinga mereka. Selesai. Inipun tidak dilakukan...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment