Sunday, March 25, 2018

Tips analisa raport anak dari Julianto SPI

 1. *Tutup raport* terlebih dulu ! Tanyakan kpd ananda Pelajaran apa yg ia sukai dan siapakah guru yg ia sukai.

Ini akan berpengaruh terhadap nilai di dalam raport.

Belajar adalah hasil kerja mental emosional (EQ) yg kemudian mengarahkan kemampuan kognitif nya (IQ) untuk meresponnya untuk memperoleh nilai2 belajar.

2. *Buka raport.* Fokus kepada nilai TERTINGGI yg ada di raport.

Coba cek adakah signifikansi dg pelajaran yg diminati anak dan guru nya yg dia sukai.

Sekali lagi

*FOKUS lah kepada NILAI TERTINGGI* karena disitulah *KELEBIHAN* ananda. Itulah Anugerah terindah dari Tuhan yg diberikan. Terima dan Syukuri !

Berikan senyuman dan ucapan dg kalimat yg berisi pujian, apresiasi dan penghargaan dg tulus kpd ananda atas prestasinya.

3. *Perhatikan nilai nilai yg tertinggi dan nilai nilai pelajaran yg rendah.*

Perhatikan pembagian secara sederhana untuk memudahkan memetakan Oka (otak kanan) dan Oki (otak kiri)

kelompok pelajaran *otak kiri* (matematika, IPA/sains, fisika, kimia, biologi, teknik dll)

*Otak Kanan* ( bahasa, seni,IPS,)

Jika Ananda dominannya di Oki maka arahkan nantinya ke jurusan sesuai bidang Otak kiri. Demikian sebaliknya.

Raport Ini juga bermanfaat u deteksi kecerdasan sekaligus penjurusan !!!

Jangan sekali kali memaksakan anak yg dominan di pelajaran otak kanan, misalnya, untuk kuliah / sekolah menengah di jurusan golongan otak kiri semisal Matematika, IPA , kedokteran, teknik dll .

Selain kasihan kepada anak, karena menjadi beban, juga kecerdasan anak memang bukan disitu, akhirnya hasilnya/prestasinya menjadi kurang maksimal.

4. *Tanyakan kepada ananda, nilai pelajaran apa yg rendah, mengapa bisa terjadi dan bagaimana solusinya untuk selanjutnya !*

Ini sekaligus berguna bagi penguatan fondasi jiwa dan mental anak.

Melatih anak agar ia menerima diri apa adanya. Memaafkan diri dan ikhlas atas kekurangan kita sbg hamba Tuhan yg lemah, kurang, sehingga memotivasi diri untuk memperbaiki.

Kecerdasan spiritual (SQ) dan keimanan yg kokoh dibangun dg melihat diri bahwa manusia memiliki sekian banyak KELEBIHAN sekaligus KELEMAHANNYA...!

Maka latihlah ananda untuk belajar menerima diri apa adanya.

5. *Jangan sekali kali MEMBANDING BANDINGKAN dg anak lain!* Karena anak anda adalah unik, berbeda dan HANYA SATU DI DUNIA tidak ada duanya.

Tuhan sdh memberi yang terbaik ! bakat, minat, kecerdasan, modalitas belajar dan potensi yg khas yg berbeda dg anak lain.

So Jangan dibandingkan !!! Karena putra putri Anda Tidak ada bandinganya.

Thursday, March 22, 2018

Penderita skizofrenia yang sukses

Bagi teman2 kelompok schizophrenia
(Terjemahan dr New York Times)
----------------------------------------


TIGA tahun yang lalu, saya diberi diagnosis skizofrenia. Prognosis saya "buruk": Saya tidak akan pernah hidup mandiri, tidak akan memiliki pekerjaan, menemukan pasangan yang penuh kasih, menikah. Rumah saya adalah rumah sakit, hari-hari saya akan dihabiskan untuk menonton TV di ruang  bersama orang-orang yang tak berdaya karena penyakit jiwa. Saya akan melakukan pekerjaan kasar ketika gejala saya tenang. Setelah rawat inap psikiatri terakhir di usia 28, saya didorong oleh dokter untuk bekerja sebagai kasir di tempat menukar uang. Jika saya bisa mengatasinya, katanya, mereka akan menilai kembali kemampuan saya untuk memegang posisi yang lebih tinggi, mungkin bahkan kerja penuh waktu.

Lalu saya mengambil keputusan. Saya akan menulis riwayat hidup saya. Hari ini saya seorang profesor di Fakultas Hukum Gould, Universitas Southern California. Saya memiliki pekerjaan tambahan di departemen psikiatri di sekolah kedokteran Universitas California, San Diego, dan mengajar di Pusat Baru untuk Psikoanalisis. Yayasan MacArthur memberi saya hibah bagi genius.

Meskipun saya berjuang melawan diagnosis saya selama bertahun-tahun, akhirnya saya menerima bahwa saya menderita skizofrenia dan akan menjalani perawatan seumur hidup. Sesungguhnyalah, pengobatan psikoanalitik yang sangat baik dan obat-obatan sangat penting untuk kesuksesan saya. Yang saya tolak adalah prognosis saya.

Pemikiran psikiatri konvensional dan kategori diagnostiknya mengatakan bahwa orang seperti saya ini tidak ada. Yg mungkin adalah saya tidak memiliki skizofrenia (tolong katakan itu pada khayalan waham yang memenuhi pikiran saya), atau saya tidak akan bisa mencapai apa yang saya miliki (tolong katakan itu kepada komite USC urusan pengajaran).Tapi saya bisa dan telah mencapainya. Dan saya telah melakukan penelitian dengan rekan di USC dan UCLA untuk menunjukkan bahwa saya tidak sendiri. Ada orang lain dengan skizofrenia dan gejala aktif seperti delusi dan halusinasi yang memiliki prestasi akademik dan profesional yang cukup bermakna. 

Selama beberapa tahun terakhir, rekan-rekan saya, termasuk Stephen Marder, Alison Hamilton dan Amy Cohen, dan saya telah mengumpulkan 20 subjek penelitian dengan skizofrenia yang berfungsi-tinggi di Los Angeles. Mereka menderita gejala seperti delusi ringan atau perilaku halusinasi. Usia rata-rata mereka adalah 40. Setengahnya laki-laki, setengah perempuan, dan lebih dari separuh adalah minoritas. Semua memiliki ijazah SMA, dan mayoritas telah selesai atau sedang berusaha mendapat ijazah perguruan tinggi. Mereka dapat berupa mahasiswa pascasarjana, manajer, teknisi dan profesional, termasuk seorang dokter, pengacara, psikolog dan kepala eksekutif dari kelompok nirlaba.

Pada saat yang sama, kebanyakan dr mereka tidak menikah dan tidak memiliki anak, yang konsisten dengan diagnosis mereka. (Rekan-rekan saya dan saya berniat untuk melakukan penelitian lain tentang orang-orang dengan skizofrenia yang berfungsi-tinggi dalam hal hubungan (pasangan) mereka. Menikah di usia pertengahan 40an -- hal terbaik yang pernah terjadi pada saya -- bertentangan dengan semua dugaan, setelah hampir 18 tahun tidak berkencan.) Lebih dari tiga perempat telah dirawat di rumah sakit antara dua dan lima kali karena penyakit mereka, sementara tiga tidak pernah dirawat.

Bagaimana orang-orang dengan skizofrenia ini berhasil dalam studi mereka dan pada pekerjaan tingkat tinggi seperti itu? Kami mengetahui bahwa, di samping pengobatan dan terapi, semua peserta telah mengembangkan teknik untuk mempertahankan skizofrenianya terkendali. Pd beberapa orang, teknik ini bersifat kognitif. Seorang pendidik dengan gelar master mengatakan dia belajar menghadapi halusinasinya dan bertanya, “Apa buktinya? Atau itu hanya masalah persepsi?" Peserta lain berkata, "Saya mendengar suara-suara menghina sepanjang waktu. ... Kamu cuma perlu mengusirnya. "

Salah satu cara utk mengawasi gejala adalah "mengidentifikasi pemicu" untuk "mencegah gejala yang lebih luas," kata seorang peserta yang bekerja sebagai koordinator di sebuah kelompok nirlaba. Misalnya, jika  terlalu lama berdekatan dengan orang2 dapat memicu gejala, usahakan waktu sendirian ketika Anda bepergian dengan teman-teman.

Teknik lain yang diajukan oleh peserta termasuk mengendalikan masukan sensorik. Untuk beberapa orang, ini berarti mengusahakan ruang hidup yg sederhana (dinding kosong, tidak ada TV, hanya musik yang tenang), sementara bagi yang lain, itu berarti musik yang mengganggu. "Saya akan mendengarkan musik keras jika saya tidak ingin mendengar sesuatu," kata seorang peserta yang bekerja sbg asisten perawat bersertifikat. Yang lain lagi menyebutkan olahraga, diet sehat, menghindari alkohol dan cukup tidur. Kepercayaan pada Tuhan dan doa juga memainkan peran bagi sebagian orang.

Salah satu teknik yang paling sering disebutkan yang membantu peserta penelitian kami mengelola gejala adalah bekerja. "Pekerjaan menjadi bagian penting dari diri saya," kata seorang pendidik dalam kelompok kami. “Ketika Anda berguna untuk sebuah organisasi dan merasa dihormati dalam organisasi itu, ada nilai tertentu menjadi anggotanya.” Orang ini juga bekerja pada akhir pekan sebagai "pengalih perhatian.” Dengan kata lain, dengan terlibat dalam pekerjaan, hal-hal yg gila itu sering mereda.

Secara pribadi, saya menghubungi dokter, teman, dan keluarga saya setiap kali saya mulai tergelincir, dan mendapat dukungan dari mereka. Saya makan makanan yang menenangkan (bagi saya, sereal) dan mendengarkan musik yang tenang. Saya meminimalkan semua stimulasi. Biasanya teknik-teknik ini, dikombinasikan dengan tambahan obat dan terapi, akan membuat gejala-gejala berlalu. Tetapi yg terpenting -- menggunakan pikiran saya -- adalah pertahanan terbaik saya. Itu membuat saya tetap fokus, membuat iblis menyingkir. Pikiran saya, dapat saya katakan, adalah musuh terburuk saya dan sahabat baik saya.

Itulah mengapa sangat menyedihkan kalau dokter memberitahu pasien untuk tidak mengharapkan atau mengejar karier yang memuaskan.Terlalu sering, pendekatan psikiatri konvensional terhadap penyakit jiwa adalah melihat kumpulan gejala yang menjadi ciri orang. Oleh karena itu, banyak psikiater berpendapat bahwa mengobati gejala dengan obat adalah cara mengobati gangguan jiwa. Tetapi ini tidak memperhitungkan kekuatan dan kemampuan individu, yg menyebabkan para profesional kesehatan jiwa meremehkan apa yang dapat diharapkan oleh pasien untuk dicapai di dunia.

Ini bukan hanya skizofrenia: awal bulan ini, The Journal of Child Psychology dan Psychiatry memuat sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa sekelompok kecil orang yang diberi diagnosis autisme, gangguan perkembangan, kemudian berhenti menunjukkan gejala. Mereka tampaknya bisa pulih -- setelah bertahun-tahun menjalani terapi dan pengobatan perilaku. Sebuah artikel New York Times Magazine baru-baru ini menceritakan sebuah perusahaan baru yang mempekerjakan orang dewasa dengan autisme yang berfungsi tinggi, utk memanfaatkan kemampuan memori yang luar biasa dan perhatian terhadap detail.

Saya tidak ingin terdengar seperti Pollyanna (terlalu optimis) dlm masalah skizofrenia; penyakit jiwa menyebabkan keterbatasan yg nyata, dan penting untuk tidak meromantiskannya. Kita tidak bisa menjadi pemenang Nobel seperti John Nash dari film “A Beautiful Mind.” Namun, benih pemikiran kreatif kadang-kadang dapat ditemukan dalam penyakit jiwa, dan orang-orang meremehkan kekuatan otak manusia untuk beradaptasi dan berkreasi.

Pendekatan yang mencari kekuatan seseorang, selain mempertimbangkan gejala, dapat membantu menghilangkan pesimisme seputar penyakit jiwa. Menemukan "kesehatan dalam penyakit," seperti kata satu orang dengan skizofrenia, harus menjadi tujuan terapeutik. Dokter harus mendesak pasien untuk mengembangkan hubungan dan terlibat dalam pekerjaan yang berarti. Dia harus mendorong pasien untuk menemukan berbagai tekniknya sendiri untuk mengendalikan gejala mereka dan bertujuan mencapai kualitas kehidupan yg diinginkan pasien. Dan mereka harus memberi pasien sumber daya -- terapi, pengobatan dan dukungan -- untuk mewujudkannya.

"Setiap orang memiliki bakat unik atau diri unik untuk dibawa ke dunia," kata salah satu peserta studi kami. Dia mengungkapkan kenyataan bahwa mereka yang memiliki skizofrenia dan penyakit jiwa lainnya menginginkan apa yang diinginkan semua orang: dalam kata-kata Sigmund Freud, kerja dan cinta. 

** Elyn R. Saks adalah seorang profesor hukum di University of Southern California dan penulis memoar "The Center cannot Hold: Perjalananku Melalui Kegilaan."

https://mobile.nytimes.com/2013/01/27/opinion/sunday/schizophrenic-not-stupid.html

Thursday, August 31, 2017

BAMBU DAN PAKIS

*BAMBU DAN PAKIS*

Suatu hari aku memutuskan untuk berhenti … berhenti dari pekerjaanku, berhenti dari hubunganku dengan sesama dan berhenti dari spiritualitasku. Aku pergi ke hutan untuk bicara dengan Tuhan untuk yang terakhir kalinya.

“Tuhan”, kataku. “berikan aku satu alasan untuk tidak berhenti dari semua aktifitasku?”

Dia memberi jawaban yang mengejutkanku.

“Lihat ke sekelilingmu”, kataNya. “Apakah engkau memperhatikan tanaman pakis dan bambu yang ada dihutan ini?”

“Ya”, jawabku.

Lalu Tuhan berkata, “Ketika pertama kali Aku menanam mereka,  Aku menanam dan merawat benih-benih mereka dengan seksama. Aku beri mereka cahaya. Aku beri mereka air. Pakis-pakis itu tumbuh dengan sangat cepat.  Warna hijaunya yang menawan menutupi tanah. Namun, tidak ada yang terjadi dari benih bambu. Tapi, Aku tidak berhenti merawatnya.

Dalam tahun kedua, pakis-pakis itu tumbuh lebih cepat dan lebih banyak lagi. Namun, tetap tidak ada yang terjadi dari benih bambu. Tetapi Aku tidak menyerah terhadapnya”.

“Dalam tahun ketiga tetap tidak ada yang tumbuh dari benih bambu itu, tapi Aku tetap tidak menyerah. Begitu juga dengan tahun ke empat. ”

“Lalu pada tahun ke lima, sebuah tunas yang kecil muncul dari dalam tanah. Bandingkan dengan pakis, itu kelihatan begitu kecil dan sepertinya tidak berarti.

Namun enam bulan kemudian, bambu ini tumbuh dengan mencapai ketinggian lebih dari 100 kaki. Dia membutuhkan waktu lima tahun untuk menumbuhkan akar-akarnya. Akar-akar itu membuat dia kuat dan memberikan apa yang dia butuhkan untuk bertahan. Aku tidak akan memberikan ciptaanku tantangan yang tidak bisa mereka tangani. ”

“Tahukan engkau anakKu, dari semua waktu pergumulanmu, sebenarnya engkau sedang menumbuhkan akar-akarmu? Aku tidak menyerah terhadap bambu itu. Aku juga tidak akan pernah menyerah terhadapmu. ”

Tuhan berkata “Jangan bandingkan dirimu dengan orang lain.  Bambu-bambu itu memiliki tujuan yang berbeda  dibandingkan dengan pakis. Tapi keduanya tetap membuat hutan ini menjadi lebih indah.”

“Saat mu akan tiba”, Tuhan mengatakan itu kepadaku. “Engkau akan tumbuh sangat tinggi”

“Seberapa tinggi aku harus bertumbuh?” tanyaku.

“Sampai seberapa tinggi bambu-bambu itu dapat tumbuh?” Tuhan balik bertanya.

“Setinggi yang mereka mampu?” Aku bertanya

“Ya.” jawabNya, “Muliakan Aku dengan pertumbuhan mu, setinggi yang engkau dapat capai.”

Lalu aku pergi meninggalkan hutan itu, menyadari bahwa Allah tidak akan pernah menyerah terhadap ku,dan Dia juga tidak akan pernah menyerah terhadap Anda , karena Dia mengasihimu.

Jangan pernah menyesali kehidupan yang saat ini Anda jalani sekalipun itu hanya untuk satu hari.

Hari-hari yang baik memberikan kebahagiaan; hari-hari yang kurang baik memberikan pengalaman; kedua-duanya memberi arti bagi kehidupan ini , Gbu 🙏🏻🙏🏻

Thursday, August 24, 2017

Good read - Hanya soal waktu

Shahnaz Haque

UNTUK BAPAK/IBU YG SERING JENGKEL DG SI BUAH HATI

HANYA SOAL WAKTU

Hanya soal waktu...
Saat rumahmu akan sebersih dan serapih rumah2 dalam majalah2 yang sering kau irikan itu..

Maka... nikmatilah setiap detik letihmu yang harus berpuluh kali membereskan kekacauan yang mereka buat

Hanya soal waktu...
Saat mereka tak mau lagi kau gandeng, peluk atau sekedar kau cium rambutnya

Maka... berbahagialah ketika mereka selalu membuntutimu kemanapun kakimu melangkah, meski kadang hal itu mengesalkanmu,
bagi mereka tak ada selainmu

Hanya soal waktu...
Saat kau tak lagi jadi si serba tahu dan tempat mengadu

Maka... bersabarlah dengan rentetan pertanyaan juga celoteh riang dari mulut mungil mereka yang kadang membuat dahimu mengernyit atau keasyikanmu terhenti

Hanya soal waktu...
Saat mereka mulai _meminta kamarnya masing2_ dan melarangmu mengutak atik segala rupa apa yang di dalamnya

Maka... tahan emosimu dari rengekan manja mereka saat minta kelon atau dongeng sebelum tidur ketika mata 5 wattmu juga meminta haknya

Hanya soal waktu...
Saat mereka menemukan separoh hatinya untuk selanjutnya membangun sarangnya sendiri. Mungkin saat itu posisimu tak lagi sepenting hari ini

Maka... resapilah setiap mili kebersamaanmu dengan mereka selagi bisa

Karena tak butuh waktu lama menunggu kaki kecil mereka tumbuh menjadi sayap yang kan membawanya pergi menggapai asa dan cita

Kelak kau hanya bisa menengok kamar kosong yang hanya sekali dua akan ditempati penghuninya saat pulang...

Termangu menghirup aroma kenangan di dalamnya dan lalu tercenung *"Dulu kamar ini pernah begitu riuh dan ceria"* Dan kau akan begitu merindukannya

Kelak kau akan sering menunggu dering telepon mereka untuk sekedar menanyakan *"Apa kabarmu ibu, ayah"?*

Dan kau akan begitu bersemangat menjawabnya dengan cerita-cerita tak penting hari ini

Kelak kau akan merindukan acara memasak makanan kegemaran mereka dan merasa sangat puas saat melihat hasil masakanmu tandas di piring mereka

Janganlah keegoisanmu hari ini akan membawa sesal di kelak kemudian hari

Kau takkan pernah bisa memundurkannya sekalipun sedetik untuk sekedar sedikit memperbaikinya

Karena waktu berjalan...

Yaaa... ia berlari...?
Oooh...Tidak.... ia bahkan terbang...
Dan dia tak pernah mundur kembali...

MARI KITA SAYANGI ANAK (dan cucu2😍) KITA SEPENUH HATI, SELAGI MASIH ADA WAKTU"

Friday, June 16, 2017

Good read - Dosa Yang Merusak Pernikahanan

SUAMI :
1. Suami tidak berfungsi menjadi pemimpin dengan baik, akibatnya saling melukai.
2. Suami gagal menjadikan Istri prioritas dalam hidupnya.
3. Suami membandingkan Istri dengan wanita lain.
4. Suami kurang disiplin mengontrol emosi dan kebiasaan buruk.
5. Suami gagal memuji hal-hal kecil dari Istri.
6. Suami menolak pendapat Istri.
7. Suami tidak pernah minta maaf.

B. ISTRI :
1. Istri tidak menghargai Suami sebagai otoritas.
2. Istri gagal menundukkan diri kepada Suami.
3. Istri gagal menampilkan kecakapan manusia batiniah.
4. Istri gagal menunjukan rasa syukur kepada Suami.

Kebutuhan seorang Suami:
1. Sex.
2. Istri sebagai sahabat.
3. Rumah yang rapi.
4. Istri yang menarik.
5. Saling menghargai.

Kebutuhan seorang Istri:
1. Kasih sayang dan penghargaan.
2. Diajak bicara.
3. Jujur dan terbuka.
4. Keuangan yang cukup.
5. Komitmen terhadap keluarga.

Ingat!
Kepala keluarga yang berhasil dalam
keluarga maka keberhasilan yang lain akan mengikuti. Kepala keluarga yang gagal dalam keluarga maka kegagalan lain akan mengikuti.

Kebahagiaan perkawinan membutuhkan
perjuangan yang tidak kenal lelah, dan membutuhkan kehadiran dan pertolongan Tuhan.

Berbahagialah mereka yang benar-benar menikmati hidup rumah tangga yang rukun dan damai, meskipun itu harus diperoleh dengan cucuran air mata.

Belaian tangan suami adalah emas bagi istri.
Senyum manis sang istri adalah permata bagi suami.
Kesetiaan suami adalah mahkota bagi istri.
Keceriaan istri adalah sabuk di pinggang suami.
Perbaikilah apa yang bisa diperbaiki sekarang sebelum terlambat. Cintailah pasangan yang telah Tuhan pilih untukmu!
Semoga Tuhan memberkahi Pernikahan Anda!

Tuesday, June 13, 2017

Good read - Cincin emas

*JANGAN PUTUS ASA*

Suatu ketika, ada seorang pemuda yg sedang bersedih, karna orang tuanya slalu membanding² kan dirinya dengan saudara² nya, & begitu pula dgn teman² yg sering menilainya sebagai seorang pemuda yg gagal.
Karnanya, ia pun memutuskan untuk pergi jauh. Namun sebelum itu, ia datang menemui seorang rahib tua yg tinggal di sebuah biara yg tak jauh dari desanya.

Kepada sang rahib, ia menceritakan smua yg ia alami. Setelah mendengarkan pemuda itu, sang rahib pun berkata;
"Anak muda, aku akan membantumu. Tapi, sebelum itu, maukah engkau membantuku terlebih dulu?"

"Baik, Rahib..apa yg bisa saya bantu?" tanya si pemuda.

"Aku membutuhkan uang utk merenovasi biara ini, karna itu, tolong jualah cincin ini kepada penjual sayur atau penjual daging di pasar. Tetapi ingat, cincin harus dijual tdk kurang dari 10 keping emas.
Aku sudah terlalu tua untuk melakukannya." tambah sang rahib.

"Baiklah!" kata si pemuda itu. Kemudian ia berangkat ke pasar utk menjual cincin tsb.
Setibanya di pasar, ia pun langsung menemui pedagang sayur, lalu memberikan cincin itu kepadanya.
Setelah dilihat², si pedagang sayur pun berkata: "Cincin ini hanya cincin biasa, aku hanya bersedia membelinya seharga 5 keping perak."

Kemudian, si pemuda itu menemui penjual daging, lalu ia pun menawarkan cincin itu kepadanya.
Si penjual daging itu mengamati cincin tsb sejenak, lalu berkata:
"Cincin ini sudah kusam, jadi, aku akan membelinya seharga 10 keping perak saja."

Dengan kecewa, pemuda itu kembali menemui sang rahib & menceritakan apa yg ia alami di pasar.
Sang rahib pun hanya terseyum, kmdn ia berkata;
"Kalo begitu, pergilah ke desa tetangga. Disana ada seorang penjual perhiasan, tunjukkanlah cincin ini kepadanya."

Si pemuda itu pun langsung melakukan apa yg diperintahkan oleh sang rahib.
Kini, ia sudah berada di tempat penjual perhiasan. Ia pun kmdn menunjukkan cincin itu kpdnya.
Oleh si penjual perhiasan, cincin tsb ia bersihkan & gosok² supaya mengkilat. Ia pun terdiam memandang cincin tsb.

"Kenapa, apakah cincin itu palsu?" tanya si pemuda.

"Tidak, cincin ini aku yg membuatnya bbrp tahun yg silam & menjualnya kpd seorang bangsawan seharga 100 keping emas. Sekarang harganya sudah mencapai 150 keping emas."

Mendengar kata² si penjual perhiasan tsb, si pemuda itu pun menjadi sangat terkejut. Dengan riang is pun kembali menemui sang rahib & menceritakan apa yg terjadi.

Sang rahib itu pun kembali tersenyum & berkata:
"Anak muda, cincin ini adlh cincin emas yg disumbangkan oleh seorang bangsawan kpd biara ini & harganya memang sangat mahal.
Aku meminta engkau untuk melakukan hal ini, agar engkau dapat belajar 1 hal, yaitu:
'jangan biarkan hidup kita ini ditentukan oleh apa yg dikatakan oleh orang lain, karena orang lain tidak tahu siapa diri kita yg sebenarnya.'

Anak muda, dirimu seperti cincin emas ini.
Sedangkan, si penjual sayur & penjual daging ibarat orang tua & teman² mu yg menilai engkau berdasarkan apa yg mereka tahu.
Karnanya, datanglah kpd si penjual perhiasan, yaitu Tuhan yg tlah menciptakan engkau, Ia pasti akan membersihkanmu dari setiap noda dosa & menjadikanmu bersinar laksana emas murni. Sbab, engkau sangat berharga dimata-Nya."


Monday, April 17, 2017

Medical - Kata Dokter, Kita Harus Hati-hati Kepada Dokter

Renungan kita bersama..
*KATA DOKTER, KITA HARUS HATI-HATI KEPADA DOKTER* _*Terutama di RS SWASTA*_

Ini mungkin tulisan yang cukup 'aneh'.
Kok bisa, seorang dokter justru meminta kepada pasien untuk berhati-hati kepada pelayanan dokter.

Tetapi inilah saran yang diberikan oleh dokter Billy sebagaimana ditulis dalam "Konsul Sehat" (http://konsulsehat/. web.id).
Konsul sehat merupakan situs untuk kemajuan edukasi masyarakat di bidang kesehatan.

Seperti yang diceritakan dr. Billy dalam artikel tersebut, selama beberapa hari dr. Billy mengurusi abangnya yang sakit demam berdarah (DBD).
Dokter ini membuatkan surat pengantar untuk dirawat inap di salah satu *RS SWASTA  yang terkenal cukup baik pelayanannya*.

Sejak masuk UGD, Billy menemani sampai masuk ke kamar perawatan, dan setiap hari dia menunggui.
Jadi dia sangat tahu perkembangan kondisi abangnya.

"Abang saya paksa untuk rawat inap karena trombositnya 82 ribu.
Agak mengkhawatirkan," katanya.
Padahal sebenarnya si abang menolak karena merasa diri sudah sehat, tidak demam, tidak mual, hanya merasa badannya agak lemas.

Mulai di UGD Billy sudah merasa ada yang 'mencurigakan'.
Karena Billy tidak menyatakan bahwa dia adalah dokter pada petugas di RS, jadi dia bisa dengar berbagai keterangan/penjelasan dan pertanyaan dari dokter dan perawat yang menurutnya 'menggelikan'.

Pasien pun *diperiksa ulang darahnya*.
Ini masih bisa diterima.
Hasil trombositnya tetap sama, 82 ribu.

Ketika abangnya akan di *EKG* , si abang sudah mulai 'ribut' karena Desember lalu baru tes EKG dengan treadmill dan hasilnya sangat baik.
Lalu Billy menenangkan bahwa itu prosedur di RS.

Tetapi yang membuat Billy heran adalah si Abang harus *disuntik obat Ranitidin* (obat untuk penyakit lambung), padahal dia tidak sakit lambung, dan tidak mengeluh perih sama sekali.
Obat ini disuntikkan ketika Billy mengantarkan sampel darah ke lab.

Oleh *dokter jaga diberi resep untuk dibeli*, diresepkan untuk tiga hari, padahal besok paginya dokter penyakit dalam akan berkunjung, dan *biasanya obatnya pasti ganti lagi*.
Belum lagi resepnya pun isinya tidak tepat untuk DBD.
Jadi resep tidak dibeli.
Dokter penyakit dalamnya setelah ditanya ke temannya yang praktek di RS tersebut, katanya dipilihkan yang dia rekomendasikan, karena 'bagus dan pintar', ditambah lagi dia dokter tetap di RS tersebut, jadi pagi-sore selalu ada di RS.

Malamnya, *via telepon*, dokter penyakit dalam memberi instruksi *periksa lab macam-macam*.
Setelah Billy lihat, banyak yang 'nggak nyambung', jadi Billy minta Abang untuk hanya menyetujui sebagian yang masih rasional.

Besoknya, Billy datang ke RS agak siang.
Dokter penyakit dalam sudah visite dan tidak komentar apapun soal pemeriksaan lab yang ditolak.
Billy diminta perawat untuk *menebus resep ke apotek*.
Ketika Billy melihat resepnya, dia heran.
Di resep tertulis obat *Ondansetron suntik*, obat anti mual/muntah untuk orang yang sakit kanker dan menjalani kemoterapi.
Padahal Abangnya sama sekali tidak mual apalagi muntah.
Tertulis juga *Ranitidin suntik*, yang tidak diperlukan karena Abangnya tidak sakit lambung.
Bahkan *parasetamol bermerek* pun diresepkan lagi, padahal Abang sudah bilang bahwa dia punya banyak.

Karena bingung, Billy cek di internet. Apakah ada protokol baru penanganan DBD yang dia lewatkan atau kegunaah baru dari Ondansetron.
Ternyata tidak.
Akhirnya Billy hanya membeli suplemen vitamin saja dari resep.

Pas Billy menyerahkan obat ke perawat, perawat tanya 'obat suntiknya mana?'
Billy jawab bahwa pasien tidak setuju diberi obat-obat itu.
*Si perawat malah seperti menantang*.
Akhirnya dengan terpaksa Billy sampaikan bahwa profesi dia adalah dokter, dan dia yang merujuk pasien ke RS.
"Abang saya menolak obat-obat itu setelah tanya pada saya".
Malah saya dipanggil ke nurse station dan *diminta menandatangani surat refusal consent* (penolakan pengobatan) oleh kepala perawat, papar Billy.

"Saya beritahu saja bahwa pasien 100% sadar, jadi harus pasien yang menandatangani, itu pun setelah dijelaskan oleh dokternya langsung.
Sementara dokter saat visite nggak menjelaskan apapun mengenai obat-obat yang dia berikan.
Saya tinggalkan kepala perawat tersebut yang 'bengong'." katanya.

Saat Billy menunggu Abangnya, pasien di ranjang sebelahnya ternyata sakit DBD juga, dan dia sudah *diresepkan 5 botol antibiotik infus yang mahal* dan sudah 2 botol yang dipakai, padahal kondisi fisik dan hasil labnya tidak ada infeksi bakteri.
Pasien tersebut ditangani oleh dokter penyakit dalam yang lain.
Saat dokter penyakit dalam pasien tersebut visite, dia hanya ngomong 'sakit ya?', 'masih panas?', 'ya sudah lanjutkan saja dulu terapinya'.
Visite nggak sampai tiga menit.

Besoknya dokter penyakit dalam yang menangani Abangnya Billy visite kembali dan tidak berkomentar apapun soal penolakan membeli obat yang dia resepkan.
Dia hanya ngomong bahwa kalau trombositnya sudah naik maka boleh pulang.

"Saya jadi membayangkan, nggak heran PONARI dan *orang pandai* dkk laris, karena dokter pun ternyata pengobatannya nggak rasional.

Kasihan, banyak pasien yang terpaksa *diracun* oleh obat-obat yang nggak diperlukan, dan *dibuat 'miskin'* untuk membeli obat-obat yang mahal. Ini belum biaya  dokter ahli yang hrs  'dibayar' cukup mahal yang ternyata nggak banyak memberi penjelasan kepada pasien, sementara kadang kala keluarga sengaja berkumpul & menunggu berjam-jam hanya untuk menunggu dokter visite." papar dokter Billy.

Beberapa waktu sebelumnya Billy juga pernah menunggui saudaranya yang lain yang dirawat inap di salah satu *RS swasta yang katanya terbaik* di salah satu kota kecil di Jateng akibat sakit tifoid.

Kejadian serupa terjadi pula, sangat banyak *obat yang tidak rasional* yang diresepkan oleh dokter penyakit dalamnya.

"Kalau ini nggak segera dibereskan, saya nggak bisa menyalahkan masyarakat kalau mereka lebih memilih pengobatan alternatif atau berobat ke LN.
Semoga info ini bisa berguna sebagai pelajaran berharga untuk pembaca semua agar berhati-hati dan kritis terhadap pengobatan dokter," tulis Billy menutup artikelnya.

Pertanyaan kita sekarang, apakah semua pasien harus ditunggui oleh saudaranya yang berprofesi dokter supaya tidak mendapat pengobatan sembarangan?

Sahabatmu, *dr. Billy Nugraha*